Sabtu, 08 November 2014

Pilar-Pilar Pendidikan



A.  Pengertian Pilar Pendidikan
Menurut Prof. Herman H. Horn, Pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia. Sedangkan menurut Prof. Dr. John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai objek-objek tertentu dan spesifik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pilar artinya tiang penguat (dari batu, beton). Selain itu, Pilar juga diartikan sebagai dasar, Induk, dan pokok. Pilar Pendidikan adalah sebagai dasar atau pokok untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman bagi individu secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan.
 
B.  Jenis-Jenis Pilar Pendidikan
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan lima pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan.

a.    Learning to know
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know), berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetahui oleh UNESCO dipahami sebagai cara dan tujuan dari eksistensi manusia. Hal ini sesuai dengan penegasan Jacques Delors (1966) sebagai ketua komisi penyusun laporan Learning: The Treasure Within, yang menyatakan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara (Means) dan pengetahuan sebagai hasil atau tujuan (End).
Belajar untuk mengetahui berimplikasi terhadap diakomodasikannya konsep belajar tentang bagaimana belajar (Learning how to Learn), dengan mengembangkan seluruh potensi konsentrasi pembelajar, keterampilan mengingat dan kecakapan untuk berpikir. Sesuai fitrahnya, sejak bayi, anak kecil harus belajar bagaimana berkonsentrasi terhadap suatu objek dan orang-orang lain.
Pengembangan keterampilan mengingat adalah suatu wahana yang unggul untuk menanggulangi aliran yang berlimpah dari informasi instan yang disebarluaskan oleh banyak media pada saat ini. Berbahaya jika kita berkesimpulan bahwa arus informasi yang luar biasa banyaknya ini tidak perlu ditanggulangi dengan peningkatan keterampilan dalam mengingat. Kecakapan manusia dalam memorisasi ini tidak boleh direduksi semata oleh hadirnya proses automatisasi, tetapi harus selalu dikembangkan secara hati-hati.
Sementara itu, berpikir terkait sesuatu yang dipelajari anak, mula-mula dari orang tuanya, kemudian dari para gurunya. Proses berpikir ini harus terkait dengan keterampilan menguasai penyelesaian masalah praktis maupun pengembangan pemikiran abstrak. Oleh sebab itu,  pembelajaran sebagai praktik pendidikan harus mampu memandu siswa untuk menguasai secara sinergis penalaran deduktif sekaligus penalaran induktif.
Belajar untuk berpikir merupakan pembelajaran sepanjang hayat, seseorang yang selalu siap belajar untuk berpikir, selama hidupnya tidak akan mengalami kebosanan karena menghadapi keniscayaan rutinitas.

b.   Learning to do
Konsep learning to do terkait bagaimana kita mengadaptasikan pendidikan sehingga mampu membekali siswa bekerja untuk mengisi berbagai jenis lowongan pekerjaan di masa depan?. Dalam hal ini pendidikan diharapkan mampu menyiapkan siswa berkaitan dengan dua hal. Pertama, berhubungan dengan ekonomi industri, dimana para pekerja memperoleh upah dari pekerjaannya. Kedua, suatu usaha yang kita kenal sebagai wirausaha, para lulusan sekolah menyiapkan jenis pekerjaannya sendiri dan menggaji dirinya sendiri (Self Employment). Suatu hal yang patut dicatat dan diimplikasikan dengan baik dalam kurikulum pembelajaran di sekolah, sejak paruh kedua abad ke-20 yang lalu telah ada pergeseran besar dalam dunia industri. Jika dulu lebih berfokus kepada pekerjaan fisik di lingkungan manufaktur, maka saat ini justru yang banyak berkembang yaitu layanan jasa. Pekerjaan ini semakin dibutuhkan dengan berkembang pesatnya teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini berarti, Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Belajar untuk bekerja, Learning to do adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Pada perkembangannya, Dunia Usaha/Dunia Industri menuntut agar setelah lulus, para siswa pembelajar siap memasuki lapangan kerja, sehingga seharusnya ada link and match antara sekolah dengan dunia usaha. Maknanya, sekolah wajib menyiapkan berbagai keterampilan dasar yang diperlukan untuk siap bekerja. Keterampilan dan kompetensi kerja yang harus dikuasai siswa, sejalan dengan tuntutan perkembangan dunia industri yang semakin tinggi., tidak sekedar pada tingkat keterampilan kompetensi teknis bahkan sampai dengan kompetensi profesional.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.

c.    Learning to be
Belajar untuk menjadi manusia yang utuh (Learning to be), mengharuskan tujuan belajar dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa sehingga pembelajar menjadi manusia yang utuh. Manusia yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketakwaan terhadap Tuhan, intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Seimbang dalam kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spritualnya. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan individu-individu yang banyak belajar dalam mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Dalam kaitan itu mereka harus berusaha banyak meraih keunggulan (Being Excellnce).
Keunggulan diperkuat dan ditunjang oleh moral yang kuat (being Morality). Moral yang kuat wajib ditunjang oleh keimanan inilah yang diharapkan mampu memandu pembelajar untuk belajar menghargai orang lain.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hali ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal: bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.

d.   Learning to live together
Belajar untuk hidup bersama, (Learning to live together) mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Komunikasi antar manusia di antara kedua belahan dunia kini sudah dalam hitungan detik. Agar dapat berinteraksi, berkomunikasi, saling berbagi, bekerja sama dan hidup bersama, saling menghargai dalam kesetaraan, sejak kecil anak-anak sudah harus dilatih, dibiasakan hidup berdampingan bersama. Anak-anak harus banyak belajar dari hidup bersama secara damai, apalagi di alam Indonesia yang multikultur dan multietnik sehingga mereka biasa bersosialisasi sejak awal (Being Sociable).
Pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.

e.    Learning to believe in God
Belajar Untuk Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa (Learning To Believe in God), berdasarkan dengan teologi bahwa faktanya, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia lengkap dengan berbagai potensi yang diberikan kepadanya, termasuk potensi kemauan dan kehendak diri serta kemampuan memilih dan berupaya untuk mandiri. Dengan dua potensi itu, manusia diberi ruang sepenuhnya guna memutuskan dan bersikap. Termasuk dalam memilih untuk beriman atau tidak.



DAFTAR PUSTAKA

Suyono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulana, Dayan. 2010. “Empat Pilar Pendidikan”. http://dayanmaulana.blogspot.com/2010/06/empat-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html. Diakses pada 27 Februari 2014
 

Pendidikan sebagai suatu Sistem



A.    Pengertian Pendidikan Sebagai Suatu Sistem

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema”, yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupaka suatu keseluruhan. Sistem merupakan istilah yang memiliki makna sangat luas dan dapat digunakan sebagai sebutan yang melekat pada sesuatu. Suatu perkumpulan atau organisasi adalah sebagai sistem, yang kemudian orang menyebutnya dengan istilah sistem  organisasi. Pendidikan sebagai sebuah sistem, yang kemudian orang menyebutnya dengan istilah sistem  pendidikan. Begitu seterusya, bahwa setiap, jenis organisasi, apapun bentuknya, akan disebut sistem.
Sistem menurut para tokoh diantaranya Bela H. Banathy dalam bukunya Instructional System mengemukakan bahwa sistem berarti satuan objek yang disatukan oleh suatu interaksi atau saling ketergantungan. Menurut Suhardjo sistem adalah kesatuan fungsional daripada unsur-unsur yang ada untuk mencapai tujuan. Jadi, sistem terdiri dari unsur-unsur, fungsi dari masing- masing unsur, ada kesatuan fungsi dari setiap unsur, dan ada tujuan yang ingin dicapai. Setiap organisasi yag ada dalam kehidupan ini dapat disebut sebagai sistem, walaupun di setiap organisasi memiliki batasan-batasan yang berbeda.
Zahara Idris (1987) mengemukakan bahwa sistem adalah suatu kestuan yang terdiri atas komponen – komponen atau elemen – elemen atau unsur – unsur sebagai sumber – sumber yang meempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (product). Sebagai ontoh, tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen – komponen antara lain jaringan daging, otak, urat – urat, darah, syaraf dan tulang – tulang. Setiap komponen – komponen itu mempunyai fungsi sendiri – sendiri (fungsi yang berbeda – beda), dan satu sama lain saling berkaitan sehingga merupakan suatu kebulatan atau suatu kesatuan yang hidup. Dengan kata lain, semua komponen itu berinteraksi sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984/1985) setiap sistem mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :


a.      Tujuan
Setiap sistem mempunyai tujuan. Sebagai contoh tujuan lembaga pendidikan adalah memberi pelayanan pendidikan kepada yang membutuhkan. Tujuan pengajaran adalah agar siswa belaja perilaku tertentu yang ditetapkan terlebih dahulu.
b.      Fungsi – fungsi
Adanya tujuan yang harus dicapai oleh suatu sistem menuntut terlaksananya berbagai fungsi yang diperlukan untuk menunjang usaha mencapai tujuan tersebut. Misalnya suatu lembaga pendidikan dapat memberikan pelayanan pendidikan dengan baik, perlu adanya fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian.
c.       Komponen – komponen
Bagian suatu sistem yang melaksanakan suatu fungsi untuk menunjang usaha mencapai tujuan sistem disebut komponen. Jadi, komponen mempunyai fungsi khusus, misalnya komponen instruksional meliputi manusia (guru, konselor, administrator, petugas – petugas lainnya), material (buku, papan tulis, fotografi, slide, film). Masing – masing komponen diatas menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan belajar yang sudah ditetapkan. Komponen diatas disebut juga komponen integral, yaitu komponen yang harus ada pada setiap kegiatan instruksional.
d.      Interaksi atau saling hubungan
Semua komponen dalam suatu sistem, seperti komponen – komponen instruksional tadi saling berhubungan satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling membutuhkan.
e.       Penggabungan yang menimbulkan jalinan perpaduan
Misalnya, dalam kegiatan belajar mengajar guru berusaha menimbulkan jalinan keterpaduan antara berbagai komposer instruksional dengna melaksanakan pengembangan sistem instruksional untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
f.        Proses transformasi
Semua sistem mempunyai misi untuk mencapai suatu tujuan, untuk itu diperlukan suatu proses yang memproses masukan (input) menjadi hasil – hasil (output).


g.      Umpan balik untuk koreksi
Untuk mengetahui apakah masing – masing fungsi terlaksana dengan baik diperlukan fungsi kontrol yang mencakup monitoring dan koreksi. Hasil monitoring dijadikan dasar pertimbangan untuk melaksanakan perubahan – perubahan, penentuan, perbaiakan, atau penyesuaian – penyesuain agar masing – masing berprestasi tinggi.
h.      Daerah batasan dan lingkungan
Antara suatu sistem dan bagian – bagian lain atau lingkungan di sekitarnya akan terjadi interkasi. Namun, antara suatu sistem yang lain mempunyai daerah batasan tertentu. Suatu sistem dapat pula merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar (suprasitem).

Kata pendidikan itu berasal dari kata “Pedagogi”, kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi 2 kata yaitu Paid yang artinya anak dan Agagos yang artinya membimbing. Dengan demikian Pendidikan bisa di artikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar di didik secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat.
Jadi, bisa di simpulkan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem  adalah suatu komponen yang saling berhubungan secara teratur dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan agar para pelajar tersebut dapat secara aktif mengembangkan potensi di dalam dirinya yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan masyarakat.
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unusur pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha. Hubungan ketiga unsur itu dapat digambarkan sebagai berikut Proses Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Masukan usaha pendidikan ialah peserta didik dengan berbagai ciri-ciri yang ada pada diri peserta didik itu (antara lain bakat, minat, kemampuan, keadaan jasmani,). Dalam proses pendidikan terkait berbagai hal, seperti pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku, metode mengajar, dan lain-lain, sedangkan hasil pendidikan dapat meliputi hasil belajar (yang berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan) setelah selesainya suatu proses belajar mengajar tertentu. Dalam rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan dari lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979) menjelaskan pula bahwa, “Pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang.

B.     Komponen – Komponen Pendidikan
Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen. Masing-masing komponen mempunyai fungsi tertentu dan secara bersama-sama melaksanakan fungsi struktur, yaitu mencapai tujuan sistem.  Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik terdiri dari 7 komponen, yaitu :
  1. Tujuan Pendidikan
  2. Peserta Didik
  3. Pendidik
  4. Metode Pendidikan
  5. Isi Pendidikan / Materi Pendidikan
  6. Lingkungan Pendidikan
  7. Alat dan Fasilitas Pendidikan
Berikut akan diuraikan satu persatu komponen- komponen tersebut.
1.       Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normative dan praktis.
a. Ilmu pengetahuan normatif
Sebagai ilmu pengetahuan normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia.
b. Ilmu pengetahuan praktis
Tugas pendidikan atau pendidik maupun guru ialah menanamkan sistem-sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.
Tujuan umum pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
2.       Peserta Didik
Peserta didik sangat menunjang dalam proses pendidikan, dengan perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengansumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
3.      Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidik di sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun nonformal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut yang termasuk kategori pendidik adalah sebagai berikut
a. Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh syaifullah yaitu, manusia yang memiliki pandangan hidup yang pasti dan tetap, manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu termasuk cita-cita untuk mendidik.

b.   Orang Tua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pendidik utama dan yang pertama yang berlandaskan pada hubungan cinta kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkantentang pendidikan.
c. Guru/Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik di sekolah yang secara langsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik harus memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasarkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan maupun cara penyampainnya dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d.   Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagamaan sebagai pendidik tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
4.      Metode Pendidikan
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik,yaitu :


  1. Metode Diktatoral
Metode ini bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembangan manusia semata-mat ditentukan oleh faktor luar manusia. Metode ini menimbulkan sikap dictator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
  1. Metode Liberal
Bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Membiarkan anak berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas.
c.       Metode Demokratis
Bersumber dari teori konvergen yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Didalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus bersifat membimbing perkembangan anak. Disini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan.
5.       Isi Pendidikan/Materi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal.Macam-macam pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama, pendidikan social, pendidikan keterampilan, pendidikan jasmani dll.
6.      Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Dalam artian yang sederhana lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak didik dan komponen-komponen pendidikan yang lain.   

7.      Alat dan Fasilitas Pendidikan
Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan berjalan dengan lancar sehingga  tujuan pendidikan akan mudah dicapai. Misalnya laboratorium  lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet dll.
Sedangkan menurut P.H. Combs (1982) mengemukakan dua belas kompnen pendidikan seperti berikut :
1.  Tujuan dan Perioritas
Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem. Hal ini merupakan informasi tentang apa yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan pelaksanaanya. Contohnya ada tujuan umum pendidikan, yaitu tujuan pendidikan nasional, ada tujuan institusional, yaitu tujuan lembaga tingkat pendidikan dan tujuan program, seperti S1, S2, S3, ada tujuan kurikuler, yaitu tujuan setiap suatu mata pelajaran/mata kuliah. Tujuan yang terakhir ini dibagi dua pula, yaitu tujuan pengajaran (instruksional) umum dan tujuan penganjaran (instruksional khusus).
2. Peserta Didik
Fungsinya ialah belajar. Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai sesuai dengan tujuan sistem pendidikan. Contohnya, berapa umurnya, berapa jumlahnya, bagaimana tingkat perkembangannya, pembawaannya, motivasinya untuk belajar, dan sosial ekonomi orang tuanya.
1.      Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan. Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita – cita yang merupakan informasi tentang pola kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan, contohnya, pemimpin yang mengelola sistem pendidikan itu bersifat otoriter, demokratis, atau laisse – faire

2.      Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya mengatur pembagian waktu dan kegiatan. Contohnya, pembagian waktu ujian. Wisuda, kegiatan perkuliahan, seminar, kuliah kerja nyata, kegiatan belajar mengajar dan program pengalaman.  
5.      Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Juga mengarahkan dan mempolakan kegiatan – kegiatan dalam proses pendidikan. Contohnya, isi bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran atau mata kuliah, dan untuk pengalaman lapangan.
6.      Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar untuk peserta didik. Contohnya, pengalaman dalam mengajar, status resminya guru yang sudah diangkat atau tenaga sukarela dan tingkatan pendidikannya.
7.      Alat Bantu Belajar
Fungsinya untuk memungkikan terjadinya proses pendidikan yang lebih menarik dan lebih bervariasi. Contohnya film, buku, papan tulis, peta.
8.      Fasilitas
Fungsinya untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan. Contohnya, gedung dan laboratorium beserta perlengkapannya.
9.      Teknologi
Fungsinya mempelancar dan meningkatan hasil guna proses pendidikan. Yang dimaksud dengan teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif. Contohnya, pola komunikasi satu arah, artimya guru menyampaikan pelajaran dengan bercermah, peserta didik mendengarkan dan mencatat, atau pola komunikasi dua arah, artinya ada dialog antara guru dan peserta didik.
Pada pola terakhir ini peserta didik banyak yang mempunyai kesempatan untuk bertanya, mengajukan pendapat kepada guru, teman – teman yang duduk di kiri – kanannya, atau antar peserta didik.
Contoh yang lain, teknik yang digunakan guru tidak pernah menggunakan alat bantu belajar, hanya berceramah.
10.  Pengasan Mutu
Fungsinya membina peraturan – peraturan dan standar pendidikan. Contohnya, peraturan tentang penerimaan anak/peserta didik dan staf pengajar, peraturan ujian, dan penilaian.
11.  Penilitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan penampilan sistem pendidikan. Contohnya, dulu bangsa Indonesia belum mampu membuat kapal terbang dan mobil tetapi sekarang bangsa Indonesia sudah pandai. Sebelum tahun 1980 – an, kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia belum melaksanakan sistem Satuan Kredit Semester (SKS), sekarang hampir seluruh perguruan tinggi telah melakanakannya. 


     12.      Biaya
Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingka efesiensi pendidikan. Contohnya, sekarang biaya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, pemeritah dan masyarakat. 



DAFTAR PUSTAKA

Ihsan, H.Fuad.2010.Dasar – Dasar Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta
Izzahoetd. 2011. Komponen – Komponen Pendidikan. http://izzazhoetd.blogspot.com/2011/12/komponen-komponen-pendidikan.html
Pendidikan, Seputar. 2013. Pengertian Sistem Pendidikan. http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/06/pengertian-sistem-pendidikan.html