Kamis, 12 April 2012

Penggunaan Warna dalam Kartografi

A.  Warna dasar dan persepsi
     Kesulitan umum dalam membicarakan warna adalah kurangnya kesepakatan peristilahan yanh dipakai. Untuk menjernihkan keadaan ini dalam ilmu pengetahuan dan industri, inter-society color council Amerika Serikat dan Bureau of standards menyusun suatu peristilahan yang sistematik yang dikenal sebagai sistem ISCC-NBS. Contoh: jingga kemerahan(rO), hijau kuning(YG), merah muda lembayung(pPK), kuning jingga(OY), coklat kekuningan(yBr), dan lain-lain.

penginderaan dan pemahaman warna terdiri dari tiga unsur:
    1.    Karakteristik sumber cahaya
  • warna akan bervariasi sebagai sumber cahaya bervariasi

  • pijar cahaya neon, rendah tingginya intensitas cahaya

2.    Karakteristik dari permukaan peta
  •   warna akan bervariasi sebagai permukaan peta bervariasi 
  •  kertas mengkilap atau layar komputer kasar

3.    Karakteristik Warna Persepsi Manusia
Manusia yang sensitif terhadap energi elektromagnetik yang disebut cahaya tampak
Persepsi warna manusia, yaitu:
         1) rona: nama untuk pengalaman psikologis dari panjang gelombang elektromagnetik tertentu
  • manusia dapat melihat warna yang berbeda jutaan
  • variabel visual: rona menunjukkan perbedaan kualitatif

2) nilai (ringan): terang dan gelap yang dirasakan

  •  mudah dimengerti dalam (abu-abu) berwarna (warna) atau seri achromatic

  • manusia dapat melihat ribuan variasi dalam nilai atau ringan

  • variabel visual: nilai menunjukkan perbedaan kuantitatif

3) saturasi (kroma): jumlah rona murni dalam relatif warna untuk abu-abu netral
Warna dasar subtraktif adalah warna biru tua(cyan), ungu kemerahan(magenta), dan kuning, dan di antara warna-warna tersebut dapat menghasilkan warna tunggal tersendiri. Apabila ketiganya digabungakan, maka secara teoritis akan mengambil semua cahaya yang mengenainya dan akan menunjukkan kenampakan hitam.
Sifat-sifat warna lainnya
Aspek-aspek kenampakan warna dapat ditentukan, yaitu tempratur, transparansi, dan tekstur. Dalam arti lebih saksama tempratur menunjukan pengaruh warna pada perasaan antara lain dikenal warna yang “hangat” (warm), yang dingin, maupun netral. Sifat transparan menunjukkan kenampakan permukaan warna. Ini merupakan masalah dalam pencetakan warna, manakala warna harus tampak jelas dan suatu kesan warna pudar, tak hidup, harus dihindarkan.
Tekstur menunjukkan kenampakkan permukaan warna, namun dalam cara berbeda. Sebagai contoh yang paling umum dalam peta adalah suatu wilayah warna yang bukan terdiri dari lapisan warna kontinyu tetapi merupakan pola garis-garis rapat atau titik warna tertentu.


B.  Warna cetak dan warna peta
     Pemakaian warna dalam peta-peta yang sebenarnya adalah sangat berbeda. Warna-warna cetak dipilih secara khusus terlebih dahulu dan rancangan peta disusun berkaitan dengan warna-warna tersebut. Walaupun penggunaan berbeda yang jelas dapat memberi arah yang tegas apabila dipakai untuk wilayah-wilayah warna, seperti dalam sistem Munshell, rancangan pembedaan dapat dilihat dalam simbol-simbol grafik akan jauh lebih kompleks apabila digunakan dalam peta. Hal ini disebabkan oleh dua alasan :
1.      Banyak simbol-simbol, khususnya berupa garis dan titik mempunyai ukuran kecil (wilayah sasaran kecil) yang menyebabkan identifikasinya menjadi lebih sulit.
2.      Peta tersusun dari berbagai warna dalam tempat yang berbeda-beda.
     Perbedaan-perbedaan persepsi dalam ukuran dan warna dipengaruhi oleh posisi relatif. Ukuran simbol juga mempengaruhi perbedaan persepsi dalam warna. Suatu wilayah yang sangat kecil dengan warna tertentu akan kelihatan kurang jenuh dibandingkan dengan suatu wilayah yang luas, sehingga tampak mempunyai kesan warna berbeda. Oleh karena itu, dua simbol wilayah yang berbeda dibedakan atas dasar kesan warna, pemisahannya harus cukup memadai agar tetap ada perbedaan antara wilayah-wilayah sempit. Kompleksitas perbedaan paling  jelas tampak apabila terdapat perbedaan-perbedaan yang luas dalam lingkungan yang berwarna. Apabila suatu wilayah dengan warna tertentu diperlihatkan dengan latar belakang warna gelap dan dengan latarbelakang warna tipis, maka akan ada perbedaan jelas di antara kedua wilayah tersebut. Sehubungan dengan itu, warna-warna harus ditetapkan dalam kaitannya dengan keadaan daerah yang sebenarnya.
C.  Tata warna pada peta
Penggunaan warna pada peta (dapat juga pola seperti titik-titik atau jaring kotak-kotak dan sebagainya) ditujukan untuk tiga hal :
Ø Untuk membedakan
Ø Untuk menunjukan tingkatan kualitas maupun kuantitas (gradasi)
Ø Untuk keindahan
Dalam menyatakan perbedaan digunakan bermacam warna atau pola, misalnya:laut warna biru, perkampungan warna hitam, sawah warna kuning dan sebagainya.
Sedangkan untuk menunjukan adanya perbedaan tingkat digunakan satu jenis warna atau pola. Misalnya untuk membedakan besarnya curah hujan digunakan warna hitam dimana warna semakin cerah menunjukan curah hujan makin kecil dan sebaliknya warna semakin legam menunjukan curah hujan semakin besar.
Arti warna pada peta, yaitu:
1. Warna Darat
- hijau : 0 - 200 meter dpl / ketinggian
- kuning : 200 - 500 meter dpl / ketinggian
- coklat muda : 500 - 1500 meter dpl / ketinggian
- coklat : 1500 - 4000 meter dpl / ketinggian
- coklat berbintik hitam : 4000 - 6000 meter dpl / ketinggian
- coklat kehitam-hitaman : 6000 meter dpl lebih / ketinggian
2. Warna Laut
- biru pucat : 0 - 200 meter / kedalaman
- biru muda : 200 - 1000 meter / kedalaman
- biru : 1000 - 4000 meter / kedalaman
- biru tua : 4000 - 6000 meter / kedalaman
- biru tua berbintik merah : 6000 meter lebih / kedalaman

sumber:  
Keates, J.S . 1976. Rancangan dan Produksi Kartografi. IKIP Semarang press

cekungan sumatera tengah



A.  Kerangaka tektonik pulau sumatera
            Pulau Sumatra terletak di barat daya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.
                                                  Sumber: http://geoenviron.blogspot.com
Gambar: Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatera
Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen di Akhir Pra-Tersier. Sekarang Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20°E dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun.
            Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic di busur depan dan volcano-plutonik di busur belakang. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000):
  1. Busur luar sunda, berada sepanjang batas cekungan busur depan Sunda dan yang memisahkan dari lereng trench.
  2. Cekungan busur depan Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan busur luar dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik busur belakang Sumatra.
  3. Cekungan busur belakang Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit Barisan.
  4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
  5. Busur tengah Sumatra, dipisahkan oleh pengangkatan berikutnya dan erosi dari daerah pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada busur depan dan busur belakng basin. Busur depan Basin adalah depresi dasar laut yang terletak antara zona subduksi dan terkait dengan busur vulkanik. Sedimentasi yang terbentuk merupakan endapan material kerak samudra yang terendapkan di tepi-tepi pulau disampingnya. Sedangkan, Back-arc  basin menggambarkan gerakan mundur dari zona subduksi terhadap gerakan lempeng yang sedang menumbuk. Sebagai zona subduksi dan parit yang ditarik ke belakang, penipisan kerak yang terbentuk dalam cekungan pada belakang busur. Sedimentasi sangat asimetris, dengan sebagian besar sedimen dipasok dari busur magmatik aktif yang regresi sejalan dengan rollback parit.

B.   Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah

Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur. Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur.
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan. Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
 
                                                                                 Sumber: http://psdg.bgl.esdm.go.id
Gambar: peta cekungan sumatera tengah

Cekungan Sumatra Tengah mempunyai 2 (dua) set sesar yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara. Sesar-sesar yang berarah utara-selatan diperkirakan berumur Paleogen, sedangkan yang berarah barat laut-tenggara diperkirakan berumur Neogen Akhir. Kedua set sesar tersebut berulang kali diaktifkan kembali sepanjang Tersier oleh gaya-gaya yang bekerja.
Berdasarkan teori tektonik lempeng, tektonisme Sumatra zaman Neogen dikontrol oleh bertemunya Lempeng Samudera Hindia dengan Lempeng Benua Asia. Batas lempeng ditandai oleh adanya zona subduksi di Sumatra-Jawa. Struktur-struktur di Sumatra membentuk sudut yang besar terhadap vektor konvergen, maka terbentuklah dextral wrench fault yang meluas ke arah barat laut sepanjang busur vulkanik Sumatra yang berasosiasi dengan zona subduksi.

C.  Perkembangan cekungan tertier sumatera tengah
Perkembangan tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dibagi menjadi 4 episode tektonik, yaitu: (1) Pra Tertier, (2) berlangsung pada Eosen-Oligosen, (3) berlangsung pada Miosen Awal-Miosen Tengah, (4) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen.
1.      Pre-Tertier
Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut debagai elemen struktur pra tertier. Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara-selatan yang merupakan sesar geser (Transform/Wrench Tectonic) berumur Karbon dan mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian-tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen selanjutnya.

2.    Eosen-Oligosen
             Pada kala Eosen-Oligosen disebut juga Rift Phase. Pada zaman ini, terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia maka terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan. Perekahan ini membentuk serangkaian Horst dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. Horst-Graben ini kemudian menjadi danau tempat diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang. Pada akhir eosen-oligosen terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.

3. Miosen Awal-Miosen Tengah
Pada kala Miosen Awal terjadi fase amblesan (sag phase), diikuti oleh pembentukan Dextral Wrench Fault secara regional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur tua yang berarah utara-selatan terjadi Release, sehingga terbentuk Listric Fault, Normal Fault, Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif barat laut-tenggara. Pada masa ini, Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan.

4. Miosen Tengah-Resen.
Pada kala Miosen Tengah-Resen disebut juga Barisan Compressional Phase. Pada masa ini, terjadi pembalikan struktur akibat gaya kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah barat laut-tenggara. Pada Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan sedimen-sedimen-sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi Minas secara tidak selaras.

sumber: