Sabtu, 08 November 2014

Pilar-Pilar Pendidikan



A.  Pengertian Pilar Pendidikan
Menurut Prof. Herman H. Horn, Pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia. Sedangkan menurut Prof. Dr. John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai objek-objek tertentu dan spesifik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pilar artinya tiang penguat (dari batu, beton). Selain itu, Pilar juga diartikan sebagai dasar, Induk, dan pokok. Pilar Pendidikan adalah sebagai dasar atau pokok untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman bagi individu secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan.
 
B.  Jenis-Jenis Pilar Pendidikan
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan lima pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan.

a.    Learning to know
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know), berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetahui oleh UNESCO dipahami sebagai cara dan tujuan dari eksistensi manusia. Hal ini sesuai dengan penegasan Jacques Delors (1966) sebagai ketua komisi penyusun laporan Learning: The Treasure Within, yang menyatakan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara (Means) dan pengetahuan sebagai hasil atau tujuan (End).
Belajar untuk mengetahui berimplikasi terhadap diakomodasikannya konsep belajar tentang bagaimana belajar (Learning how to Learn), dengan mengembangkan seluruh potensi konsentrasi pembelajar, keterampilan mengingat dan kecakapan untuk berpikir. Sesuai fitrahnya, sejak bayi, anak kecil harus belajar bagaimana berkonsentrasi terhadap suatu objek dan orang-orang lain.
Pengembangan keterampilan mengingat adalah suatu wahana yang unggul untuk menanggulangi aliran yang berlimpah dari informasi instan yang disebarluaskan oleh banyak media pada saat ini. Berbahaya jika kita berkesimpulan bahwa arus informasi yang luar biasa banyaknya ini tidak perlu ditanggulangi dengan peningkatan keterampilan dalam mengingat. Kecakapan manusia dalam memorisasi ini tidak boleh direduksi semata oleh hadirnya proses automatisasi, tetapi harus selalu dikembangkan secara hati-hati.
Sementara itu, berpikir terkait sesuatu yang dipelajari anak, mula-mula dari orang tuanya, kemudian dari para gurunya. Proses berpikir ini harus terkait dengan keterampilan menguasai penyelesaian masalah praktis maupun pengembangan pemikiran abstrak. Oleh sebab itu,  pembelajaran sebagai praktik pendidikan harus mampu memandu siswa untuk menguasai secara sinergis penalaran deduktif sekaligus penalaran induktif.
Belajar untuk berpikir merupakan pembelajaran sepanjang hayat, seseorang yang selalu siap belajar untuk berpikir, selama hidupnya tidak akan mengalami kebosanan karena menghadapi keniscayaan rutinitas.

b.   Learning to do
Konsep learning to do terkait bagaimana kita mengadaptasikan pendidikan sehingga mampu membekali siswa bekerja untuk mengisi berbagai jenis lowongan pekerjaan di masa depan?. Dalam hal ini pendidikan diharapkan mampu menyiapkan siswa berkaitan dengan dua hal. Pertama, berhubungan dengan ekonomi industri, dimana para pekerja memperoleh upah dari pekerjaannya. Kedua, suatu usaha yang kita kenal sebagai wirausaha, para lulusan sekolah menyiapkan jenis pekerjaannya sendiri dan menggaji dirinya sendiri (Self Employment). Suatu hal yang patut dicatat dan diimplikasikan dengan baik dalam kurikulum pembelajaran di sekolah, sejak paruh kedua abad ke-20 yang lalu telah ada pergeseran besar dalam dunia industri. Jika dulu lebih berfokus kepada pekerjaan fisik di lingkungan manufaktur, maka saat ini justru yang banyak berkembang yaitu layanan jasa. Pekerjaan ini semakin dibutuhkan dengan berkembang pesatnya teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini berarti, Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Belajar untuk bekerja, Learning to do adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Pada perkembangannya, Dunia Usaha/Dunia Industri menuntut agar setelah lulus, para siswa pembelajar siap memasuki lapangan kerja, sehingga seharusnya ada link and match antara sekolah dengan dunia usaha. Maknanya, sekolah wajib menyiapkan berbagai keterampilan dasar yang diperlukan untuk siap bekerja. Keterampilan dan kompetensi kerja yang harus dikuasai siswa, sejalan dengan tuntutan perkembangan dunia industri yang semakin tinggi., tidak sekedar pada tingkat keterampilan kompetensi teknis bahkan sampai dengan kompetensi profesional.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.

c.    Learning to be
Belajar untuk menjadi manusia yang utuh (Learning to be), mengharuskan tujuan belajar dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa sehingga pembelajar menjadi manusia yang utuh. Manusia yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketakwaan terhadap Tuhan, intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Seimbang dalam kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spritualnya. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan individu-individu yang banyak belajar dalam mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Dalam kaitan itu mereka harus berusaha banyak meraih keunggulan (Being Excellnce).
Keunggulan diperkuat dan ditunjang oleh moral yang kuat (being Morality). Moral yang kuat wajib ditunjang oleh keimanan inilah yang diharapkan mampu memandu pembelajar untuk belajar menghargai orang lain.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hali ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal: bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.

d.   Learning to live together
Belajar untuk hidup bersama, (Learning to live together) mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Komunikasi antar manusia di antara kedua belahan dunia kini sudah dalam hitungan detik. Agar dapat berinteraksi, berkomunikasi, saling berbagi, bekerja sama dan hidup bersama, saling menghargai dalam kesetaraan, sejak kecil anak-anak sudah harus dilatih, dibiasakan hidup berdampingan bersama. Anak-anak harus banyak belajar dari hidup bersama secara damai, apalagi di alam Indonesia yang multikultur dan multietnik sehingga mereka biasa bersosialisasi sejak awal (Being Sociable).
Pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.

e.    Learning to believe in God
Belajar Untuk Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa (Learning To Believe in God), berdasarkan dengan teologi bahwa faktanya, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia lengkap dengan berbagai potensi yang diberikan kepadanya, termasuk potensi kemauan dan kehendak diri serta kemampuan memilih dan berupaya untuk mandiri. Dengan dua potensi itu, manusia diberi ruang sepenuhnya guna memutuskan dan bersikap. Termasuk dalam memilih untuk beriman atau tidak.



DAFTAR PUSTAKA

Suyono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulana, Dayan. 2010. “Empat Pilar Pendidikan”. http://dayanmaulana.blogspot.com/2010/06/empat-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html. Diakses pada 27 Februari 2014
 

2 komentar:

  1. Menurut Unesco pilar pendidiksn hanya 4.
    Jangan ditambah jadi lima....
    Silahkan bikin pendapat lain kalau ada.
    Di dalam dunia ilmiah penting kejujuran.

    Wassalam Jalius.

    BalasHapus
  2. Titanium Frame Hammer (90x180) - Stainless Steel - Titsanium
    Titanium Frame Hammer (90x180) titanium screws - Stainless Steel The stainless steel razor gold titanium has ford edge titanium a high quality, high quality aluminum oxide etched blade price of titanium that is not too $38.00 joico titanium · ‎In stock

    BalasHapus