Senin, 04 Maret 2013

Problema Tawuran di Indonesia



A.    Pengertian Tawuran
Dalam kamus bahasa Indonesia “tawuran”dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar. Dapat juga diartikan tawuran merupakan suatu kegiatan perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
  • Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
  • Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana dari pembentukan genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok teman sebayanya.

B.     Faktor – Faktor Penyebab Tawuran
Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya :
1.       Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.
a.       Faktor dendam/musuh warisan
Pengaruh unsur doktrinisasi dari senior terhadap para yunior punya pengaruh besar terhadap faktor ini. Seperti aksi tawuran berapa waktu lalu antara SMAN 6 dan 70, disinyalir aksi tersebut didorong oleh perilaku kolektif sebagai siswa SMAN 70 yang menganggap siswa SMAN 6 sebagai musuh bebuyutan. Begitupun tawuran antar siswa SMK di kota warcoff baru-baru ini, itu juga terjadi karena masalah dendam lama.
b.      Faktor kesetiakawanan/loyalitas
Tidak hanya siswa sekolah, kelompok atau warga kampung, bahkan para anggota DPR yang terhormat pun bisa dengan spontan melakukan "tawuran" terhadap anggota partai lain atas dasar loyalitas dan kesetiakawanan sesama anggota partainya .
2.       Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
a.       Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu berprilaku baik.
b.      Faktor Sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan para siswa pandai secara akademik namun juga pandai secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.
c.       Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
C.     Dampak Tawuran terhadap Pelaku Tawuran, Masyarakat dan Pemerintah
Dampak yang mungkin dapat di timbulkan karena adanya tawuran yaitu :
  • Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian
  • Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya rumah warga apabila pelajar yang tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah warga
  • Terganggunya proses belajar mengajar
  • Menurunnya moralitas para pelajar
  • Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai
  • pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
  • rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
  • terganggunya proses belajar di sekolah.
  • berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai.
D.    Upaya Penanggulangan Tawuran
Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu :
1.   Dinginkan Suasana
Hal ini pantas dilakukan jika kita mulai melihat adanya gejala indikasi akan adanya tawuran, lakukan pendekatan verbal dan jika tidak mempan dan suasana tak terkendali saatnya kita menghimpun juga jama'ah pendingin suasana.
Kesadaran kolektif untuk mendinginkan suasana dan mendamaikan perselisihan perlu kita bangun. Provokator tawuran saja bisa mengumpulkan massa, harusnya kitapun bisa jadi provokator pendingin suasana. 
2.   Lerai Pertikaian
Pada umumnya sebuah tawuran bermula dari konflik pribadi antar individu, jika kita melihat tanda tanda adanya sebuah percikan perselisihan dimana masing masing individu memang sulit didamaikan, suruh saja kedua belah pihak berduel secara individu, bukan keroyokan. Namun ini sulit jika "solidaritas" dijadikan tameng untuk duel berjama'ah, maka perlu langkah selanjutnya.
3.   Tangkap pemimpin/biang kerok/provokator tawuran
Setiap aksi berkelompok pasti ada orang atau pihak yang menjadi motor penggerak atau pemimpinnya. Jadi pihak kepolisian harus bisa mengetahui dan menangkap para pemimpin atau dalang terjadinya tawuran tersebut untuk diberikan pengarahan atau hukuman yang pantas.
4.   Bersikap simpati dan empati
Khusus para pelaku tawuran antar siswa atau mahasiswa, mungkin akan lebih mudah penanganannya dengan cara yang halus, bersimpati dan empati. Dekati mereka sebagai sahabat, bukan sebagai orang tua atau guru pada muridnya. Para pelaku tawuran (siswa/mahasiswa) ini dan kebanyakan remaja pada umumnya lebih suka pendekatan yang sifatnya tidak menggurui, menceramahi apalagi diberi hukuman fisik.
Mereka pada dasarnya adalah remaja yang baik dan mau patuh pada aturan, tapi kadang peraturan yang notabene dibuat oleh pemerintah/pihak sekolah/orangtua tidak sesuai dengan kemampuan, kebutuhan atau keinginan dari para siswa/mahasiswa tersebut.
5.   Laporkan ke Pihak Berwenang dan Berkompeten
Jika sudah tak terkendali dan kita bersama warga lainpun sudah tak mampu mencegah tawuran terjadi, saatnya kita lari... yah lari dan segera melaporkan pada pihak yang berwenang, polisi misalnya. Jika tawuran berpotensi melebar ke mana mana dan menyebabkan suatu lingkungan kacau, tidak ada jeleknya melakukan evakuasi warga. Jika aparat polisi gagal mencegah keributan yang meyebabkan kerusakan lingkungan atau bangunan, tidak perlu mencibir, kawan. Beliau beliau juga manusia biasa yang tentu punya keterbatasan.
6.   Tegakkan Hukum Seadil-adilnya.
Negara kita negara hukum hal itu semua kita pasti sudah tahu dan tidak perlu kita bahas pasal-pasalnya, yang jelas siapa bersalah wajib di hukum. dan hukuman itu berlaku untuk siapa saja tanpa pandang bulu, Berikan hukuman dan sangsi kepada siapa saja yang melakukan tawuran dan dicari sumber permasalahannya dan diselesaikan sebaik-baiknya agar tidak menjadi permasalahan lagi kedepannya.
7.   Perhatian dari Pemerintah.
Pemerintah menjadi kepala dari segala jenis kepala di negri ini, Jika sudah mendengar isu-isu akan terjadinya tawuran atau bentrok harap siap tangkas untuk menyelesaikannya jangan menunggu bentrok terlebih dahulu baru di cari jalan keluarnya seperti yang saya katakan di atas “Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati”.
8.   Membina kerjasama yang kuat dan berkesinambungan antara pihak sekolah, siswa, orang tua,  kepolisian serta media sosial.
Bentuk kerjasamanya adalah menjalin keterbukaan informasi dan komunikasi antara kelima pihak tersebut. Keterbukaan informasi dan komunikasi ini penting terutama antara Orang tua dan anaknya, antara lain tentang bagaimana kondisi atau kenyataan yang terjadi di lingkungan pergaulan sekolah mereka. Laporkan ke pihak sekolah jika ada kondisi atau situasi yang akan mengakibatkan efek buruk pada siswa, Selanjutnya jika pihak sekolah tidak mampu menanganinya harus segera melaporkan ke pihak kepolisian untuk segera ditindaklanjuti.
sumber:

http://santri-cool.blogspot.com/2009/05/perkelahian-atau-yang-sering-disebut.html, diakses tanggal 20 November 2012

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar